Headlines News :

NYAI RATU KIDUL DARI SUDUT LOGIKA

BAGIAN III

NYAI RATU KIDUL DARI SUDUT LOGIKA

1. Logika dan Ilmu Pengetahuan

Banyak yang beranggapan bahwa kepercayaan dan agama tidak dapat dicerna dengan menggunakan logika. Anggapan seperti itu harus diluruskan. Agama dan kepercayaan yang benar harus dapat dipikirkan dengan logika, sebab agama dan kepercayaan itu dijalankan oleh manusia yang mempunyai akal. Justru yang harus dipertanyakan adalah: kepercayaan atau agama yang tidak bisa dinalar itu, jangan-jangan memang tidak nyata kebenarannya sebab melawan akal? Atau: Bisakah diyakini kebenaran dari kepercayaan dan agama yang tidak masuk akal?

Tak ada yang tak dapat dinalar di tempat manusia ini, asalkan mengandung kebenaran. Mungkin, suatu saat nalar kita belum dapat memecahkan sebuah persoalan atau fenomena. Misalnya; jika lelembut atau makhluk halus itu benar adanya, maka akal harus bisa memecahkannya. Ilmu pengetahuan dan sains harus bisa menemukannya. Guru dari para filsuf dunia, Aristoteles, pada jaman sebelum Masehi sudah mempunyai teori causa prima (penyebab pertama) untuk melogikakan atau menalar eksistensi Tuhan. Maka keberadaan Tuhan itu masuk akal. 

Yang dimaksudkan dengan perkara masuk akal atau logis adalah perkara-perkara yang tidak bertentangan dengan akal dan nalar itu sendiri. Logika tidak boleh menjawab dengan standar ganda. Misalnya:

1+1 menurut akal adalah 2. Hanya itu. Jika ada kepercayaan atau teori atau ajaran yang menyatakan 1+1 adalah 1 atau 3 atau berapa saja selain 2, maka itulah yang disebut tidak logis atau tidak masuk akal.

Logika juga mengatakan bahwa 1 itu tidak mungkin 3 atau 4 atau 5, dan sebaliknya. Jika ada orang yang mengatakan bahwa 3 itu adalah 1 maka itu bukanlah hal yang belum dicapai akal atau nalar, tapi merupakan hal yang berlawanan dengan akal. Kalau ada orang yang tidak bisa melogikakan 3 adalah 1, itu bukan karena ketidakmampuan orangnya, tapi karena “3 adalah 1” itu berlawanan dengan akal. Tapi adakalanya orang tidak mampu untuk menghitung 12354287457892 x 4253734534947 karena otaknya terbatas. Tapi angka yang dikalikan tersebut tetap masuk akal sebab pasti bisa ditemukan jawabnya, hanya saja memerlukan waktu. 

Justru karena belum mampu tersebut maka lalu manusia tertantang akalnya untuk menciptakan teknologi penghitung (mesin kalkulator). Jika Anda sakit kepala maka lebih logis dan masuk akal jika minum obat sakit kepala yang sudah teruji. Tapi kalau sakit kepala diobati dengan cara dipukuli kepalanya maka yang terjadi adalah sakit kepalanya hilang sebab pingsan. Orang sakit gondong tidak logis jika diobati dengan cara menempelkan tulisan Arab di gondongnya, bahkan akan ditertawakan orang karena kelihatan lucu.

Contoh lainnya: Ada informasi bahwa Tini, sekretaris Pak Umar, berasal dari Jombang dan anak Bu Karto. Sedangkan sekretaris Pak Umar hanya seorang. Maka, kalau ada informasi yang mengatakan ada seorang bernama Tini, anak Bu Umar, maka secara logika Tini yang ini bukan sekretaris Pak Umar. Logika tersebut bisa menjadi salah jika ternyata informasinya salah.

Penggunaan logika merupakan hal yang sangat penting bagi manusia sebab itulah kelebihan manusia yang membedakan dirinya dengan makhluk lainnya. Dengan logika dan akal itu, masyarakat Arab dan Eropa kuno yang gelap-gulita dalam kehidupan takhayul dapat berubah menjadi terang-benderang dan makmur karena pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hanya saja sayangnya keserakahan mengakibatkan penyalahgunaan akal dan ilmu pengetahuan itu sehingga manusia berubah menjadi serigala bagi yang lain. Masyarakat yang masih hidup di alam pikiran takhayul dan mistik di Asia, Afrika, Amerika dan Australia menjadi korban kemajuan logika dan ilmu pengetahuan.

Masyarakat Indian di benua Amerika yang takhayul dan penuh mistik itu digerus hampir punah oleh bangsa kulit putih, pelarian dari Eropa yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Begitu juga nasib orang Asia yang gemar mistik juga terjajah dan dikuasai bangsa Eropa. Begitu juga orang Aborigin di Australia.

Saya tidak akan menjelaskan secara rinci tentang ilmu logika, sebab berpikir logis dapat dilakukan siapa saja, asalkan dalam pikirannya tidak dicemari oleh pandangan-pandangan fanatisme yang berlebihan. Ketika seseorang sudah terlanjur pikirannya dipengaruhi oleh perkara-perkara kepercayaan yang mengandung kepentingan dan harga diri, maka akal tidak akan bisa bekerja dengan murni dan baik. 

Berpikir logis memerlukan keadaan akal yang jernih dan mampu melepaskan segala kepentingan, pengaruh, perasaan dan lain-lain. Artinya, orang perlu mengosongkan pikiran dan akalnya, tanpa tendensi apa-apa, mengembalikan otak menjadi kertas putih tanpa tulisan. Jika seandainya Anda orang Islam yang akan menalar ajaran agama Anda dengan logika, maka lepaskan dulu agama itu dari jiwa dan perasaan Anda, seolah-olah Anda bukan penganut Islam, lalu mulailah bekerja dengan menggunakan akal Anda. Barulah Anda akan memperoleh hasil yang tidak subyektif. Para ahli logika (mantiq) dan ahli Hadits juga menggunakan logika untuk memurnikan Islam dari segala bentuk-bentuk dalil palsu dan tendensius yang secara sengaja disisipkan oleh kelompok kepentingan tertentu ke dalam ajaran Islam.

Dengan jalan itu maka pembelokan atau penyimpangan ajaran agama bisa ditemukan. Alhasil, ribuan hadits berhasil diselidiki kepalsuannya dan harus didokumen-tasikan dalam kelompok Hadits Palsu. Jika sebelum mempergunakan akal atau nalar, kita masih dibebani oleh keyakinan-keyakinan yang membabi-buta, maka sudah pasti nalar tidak akan bisa bekerja secara jernih dan obyektif. Misalnya:  orang yang terlanjur yakin bahwa kerisnya adalah keris sakti yang berasal dari lidah naga, tidak akan bisa menilai rasionalitasnya dalam menelitinya. Yang akan dilakukan orang itu adalah mencari dalil pembenaran (justifikasi) agar keyakinannya itu memperoleh alasan yang cukup. Sudah barang tentu, orang tersebut tidak akan memperoleh hasil penalaran yang bersih dan optimum.

Logika adalah bagian dari filsafat juga dikembangkan oleh para filsuf dalam usaha-usaha menemukan ilmu pengetahuan yang dahulunya dianggap gaib. Atom yang selama ini dianggap sebagai bagian terkecil dari suatu benda, sejak sekitar 25 abad yang lalu sudah dipikirkan oleh Demokritos yang tidak mempunyai mikroskop. Atom pada jaman Demokritos adalah soal gaib, bahkan tidak terbayangkan logika, tetapi sekarang merupakan hal yang logis. Perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad dari Mekah ke Palestina, lalu ke luar angkasa (Sidratul Muntaha), dalam waktu semalam dianggap hal gaib yang tidak masuk logika oleh kebanyakan orang. Padahal itu merupakan tantangan logika manusia untuk bisa memecahkan rahasianya.

Nalarnya begini: Sekarang ini secara ilmiah diperoleh fakta adanya kecepatan gerak gelombang gravitasi yang kecepatannya memungkinkan dalam sekejap mata bisa sampai ke tempat manapun yang dituju. Jika dahulu orang memustahilkan adanya pesawat terbang yang melebihi kecepatan suara ternyata sekarang menjadi kenyataan, maka tidakkah mustahil suatu saat ada kendaraan atau media apapun yang kecepatannya sama dengan gelombang gravitasi. Gelombang gravitasi ini menurut ilmuwan – Corpurcue – tidak tergantung dengan waktu. (Nasir Makarim S., 1988: 24).

Perkara waktu perjalanan Isra’ Mijraj yang hanya satu malam itu masih masuk akal atau logis ditinjau dari ilmu pengetahuan. Artinya, tidak berlawanan dengan akal. Hanya saja mungkin menimbulkan pertanyaan logis lainnya, misalnya: apakah masuk akal jika Nabi Muhammad mempunyai kendaraan yang kecepatannya secepat gelombang gravitasi, sebab pada waktu itu pesawat capung pun belum ada? Kalau disuguhkan jawaban teologis memang gampang, misalnya: Itu perkara mudah bagi Allah. 

Tapi dalam ilmu logika tidak sesederhana itu. Bisa saja, misalnya dikemukakan argumen bahwa Isra’ Mi’raj termasuk rahasia atau misteri tentang teknologi masa depan, sebagaimana teknologi masa depan yang telah dilihat oleh sebagian masyarakat di muka bumi tentang fenomena adanya pesawat piring terbang (UFO) yang juga masih menjadi misteri itu. Tetapi misteri itu bukanlah klenik atau mistik, melainkan berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan dicapai manusia.

Jawaban itu tidak memuaskan, tapi secara ilmiah masih rasional. Hadits menjelaskan bahwa kendaraan yang digunakan Rasulullah adalah buroq atau barq, bisa diterjemahkan kendaraan serupa kilat. Kilat ini secara ilmiah adalah api petir yang muatannya adalah listrik. Ini adalah soal ilmiah yang belum tuntas, tapi tidak berlawanan dengan akal sehat, seperti orang yang memerlukan waktu yang lama untuk  menghitung ribuan angka. Kita tidak akan membahas detil soal Isra’ Mi’raj ini, sebab akan membutuhkan uraian panjang. Logika inilah menurut Al-Quran sebagai pangkal ilmu pengetahuan dan hal yang sangat menentukan untuk memperkuat keimanan seseorang. Dalam Surat Az-Zumar ayat 9 didalilkan begini:

“… Katakanlah: Samakah orang-orang yang berpengeta-huan dengan orang yang tidak berpengetahuan? Sesungguhnya yang mendapatkan pelajaran hanyalah orang-orang yang mempunyai pikiran .”

Jadi, ajaran Islam mempunyai visi dan misi yang cukup tegas untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Pikiran (alat untuk menalar atau berlogika) oleh Al-Quran tersebut dikatakan sebagai milik orang yang berpengetahuan. Pikiran merupakan pangkal ilmu pengetahuan manusia. Dengan memaksimalkan penggunaan akal pikiran maka bisa menumbuhkan atau memperkuat keimanan.

Nabi Musa ketika hidup di istana Fir’aun tidak bisa makan enak dan tidur nyenyak ketika melihat kaum Bani Israel yang dijajah dan diperbudak oleh raja Fir’aun. Apalagi ia mengetahui bahwa ternyata darahnya adalah darah Israel. Ia berpikir, bagaimana caranya membebaskan kaumnya dari perbudakan Mesir. Ia berpikir bahwa Fir’aun telah salah karena berlaku sewenang-wenang dan diskriminatif. Yang pertama dilakukannya adalah berbaur dengan para proletar, kaum pekerja yang diperbudak itu, sampai-sampai ia memukul seorang supervisornya Fir’aun, sehingga pengawas pekerja itu meninggal dunia.

Akhirnya Fir’aun menyuruh pasukannya untuk menangkap Musa. Dan Musa melarikan diri. Tindakan musa itu dilakukan menurut logika. Seandainya Musa melawan pasukan Fir’aun sendiri maka ia akan mati. Dalam pelarian dan pengembaraannya itulah Musa memperoleh cahaya keimanan dan ilmu pengetahuan, yang akhirnya dijadikan bekal untuk membebaskan kaumnya dari perbudakan pemerintahan Fir’aun.

Nabi Ibrahim memperoleh cahaya keimanan setelah berjuang memeras otak (logika). Tadinya ia menyangka bintang, bulan atau matahari itu Tuhan. Tapi akhirnya ia merasa hal itu tidak logis sebab tidak mungkin Tuhan itu lenyap atau tenggelam meskipun hanya beberapa saat. Sampai pada titik pemikiran tertentu akhirnya ia berpikir bahwa Tuhan itu pasti yang membuat bintang, bulan, matahari, langit dan seluruh eksistensi. Di situlah lalu Ibrahim mendapatkan cahaya keimanan dari Allah.

Nabi Muhammad pun memperoleh cahaya keimanan setelah melakukan kontemplasi, menggunakan nalar atau akalnya. Ia melihat masyarakatnya yang liar, kecurangan merajalela, penindasan di mana-mana, kaum perempuan dihina-hina dan direndahkan martabatnya, kepercayaan kepada Tuhan tercerai-berai dalam bentuk politheisme. Bagi Muhammad itu adalah keadaan yang tidak rasional. Seharusnya tidak boleh begitu. Manusia harus saling rukun dan martabatnya sejajar. Tuhan harusnya satu saja, tidak bermacam-macam seperti yang dirupakan dalam berbagai bentuk patung yang memenuhi Ka’bah.

Kontemplasi Muhammad bukan dalam pengertian ia meminta kepada roh leluhur, lelembut atau danyang sing mbaurekso Gua Hiro. Bukan seperti itu! Ia tidak membawa secuilpun kemenyan. Justru ia resah melihat patung-patung yang diberi sesajen di sekitar Ka’bah. Yang ia bawa adalah nalar, pikiran dan pengalaman (pengetahuan) dalam perjalan hidupnya. Ia berpikir, mencari Tuhan untuk dapat mengatasi segala perkara takhayul dan tidak logis yang terjadi di masyarakat. Maka turunlah cahaya keimanan itu dengan sebuah bahasa simbolis: “ Iqra ’!” Muhammad disuruh membaca. Padahal ia buta huruf. Lalu, ia dibimbing oleh Jibril untuk membaca. 

Belajar ilmu pengetahuan. Artinya: terangnya dan jujurnya keimanan adalah dengan logika dan ilmu pengetahuan. Dengan akal dan ilmu pengetahuan itulah Allah mengangkat derajat seseorang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak berilmu pengetahuan(Surat Al-Mujaadalah: 11)

Ajaran agama yang benarpun pasti juga menggunakan logika dan ilmu pengetahuan. Kata Nabi  Muhammad, dalam mencapai kemenangan yang menentukan bukan kafir atau tidak kafir, tapi ketepatan manajemen. Itu sudah dibuktikan Nabi Muhammad sendiri ketika suatu saat berperang, pernah sampai hampir kalah, mukanya berdarah dan giginya rompal, gara-gara pasukannya lengah. Tetapi untungnya pasukannya cepat-cepat diorganisir kembali sehingga bisa memenangkan peperangan.

Artinya; agama Islam tidak bersifat klenik. Kalau orang Islam tidak logis dan takhayul pasti kalah oleh masyarakat yang ilmu pengetahuannya lebih maju. Allah menjunjung harkat, martabat dan kedudukan manusia melalui akal dan ilmu pengetahuannya. Karena itu, ketika Nabi Isa kalah pasukan dengan tentara Romawi dan para rabbi Yahudi, maka ia melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi, sebab ia mengetahui bahwa pasukan Romawi sangat besar dan terorganisir rapi. Kalau ia nekat menghadang pasukan Romawi maka nasibnya akan tragis.

Sejarah juga membuktikan bahwa Dinasti Abbasyiah juga dilibas habis oleh Hulagu Khan, karena keteledoran manajemennya dan kalah kuat. Artinya, Allah tidak akan mendatangkan pertolongan jika manusia tidak menggunakan akal sehatnya. Allah tidak mempunyai perjanjian dengan orang-orang Islam untuk selalu membantunya tanpa syarat. Karena itu masyarakat Islam yang tidak mempergunakan daya pikir dan tidak berilmu pengetahuan pasti akan kalah dan tertinggal.

Saya tidak akan membahas logika Nyai Ratu Kidul dari unsur-unsur ilmiah yang menyusun eksistensinya, sebagaimana kita mempertanyakan, zat apakah yang menyusun eksistensi lelembut? Pertanyaan tersebut akan memaksa kita untuk menguraikan secara ilmiah, misalnya tentang unsur-unsur yang menyebabkan terbentuknya tubuh makhluk halus yang dikatakan sebangsa roh atau jiwa tersebut. Bukan dengan ukuran itu. Menganalisis unsur pembentuk roh bukan perkara mudah. Al-Quran sedikit memberikan gambaran tentang roh, yang memang menjadi rahasia Allah. Tetapi masih mungkin untuk diselidiki dengan ilmu pengetahuan.

Al-Quran menjelaskan: “Jika mereka bertanya kepadamu tenang roh, maka katakanlah: Roh itu termasuk urusan Tuhanku. Kalian tidak akan diberi pengetahuan tentangnya, melainkan hanya sedikit". (Surat Al-Isra’: 85)

Pengetahuan yang “sedikit” inilah yang saya maksudkan masih bisa diselidiki secara ilmiah.


2. Logika Kepercayaan Nyai Ratu Kidul

Saya ulangi lagi, mungkin orang berpendapat soal kepercayaan atau agama tidak memerlukan logika. Itu sungguh keliru. Kalau orang hanya mempercayai atau meyakini sesuatu tanpa menggunakan akal pikiran, sudah pasti akan gampang terjerumus. Mengapa negara-negara di dunia melarang sekte atau kepercayaan yang ajarannya, misalnya: bunuh diri massal, membakar diri, menyerang atau membunuh orang lain? Sebab kepercayaan itu bertentangan dengan akal atau logika.

Kalau misalnya saya menganut agama Islam gara-gara orang tua saya beragama Islam, tanpa menganalisis dan menimbang-nimbang ajarannya dengan akal pikiran, maka berarti saya bukan beragama atas dasar keyakinan akal dan pikiran saya sendiri, tapi atas dasar keyakinan dari orang tua saya. Saya tidak perlu mengikuti kepercayaan orang tua saya sebagai mistikus kejawen, sebab menurut saya kepercayaan itu tidak masuk akal, oleh sebab itu kepercayaan atau keyakinan saya kepada agama Islam adalah dari dasar penilaian pemikiran saya sendiri, bukan hanya ikut-ikutan.

Kalau keyakinan atau kepercayaan tidak dilandasi akal pikiran, itu namanya kepercayaan atau keyakinan buta yang kadang-kadang bisa menimbulkan fanatisme berlebihan. Contoh: Amrozi dan kawan-kawan memperoleh ajaran Islam bahwa jihad itu pahalanya surga. Berjuang  melawan orang-orang kafir itu jihad. Lalu, Amrozi cs mengebom Kuta Bali, karena mereka meyakini bahwa di situ banyak orang kafir. Maka ratusan manusia meninggal dunia akibat bom Amrozi cs itu. Itulah yang disebut keyakinan buta tanpa logika sehingga akibatnya kekonyolan.

Ajaran agama harus dipikirkan dengan akal. Akal pikiran sangat penting untuk interpretasi atau penafsiran. Misalnya, jihad yang dimaksudkan ajaran Islam tentu bukan membunuhi orang-orang tidak berdosa seperti itu. Membunuh kecoak tanpa sebab saja berdosa, apalagi membunuh manusia. Itu tidak masuk akal. Kalau misalnya kampung Amrozi di Lamongan sana diserang dan dikacaukan para perampok, lalu Amrozi cs melawan para perampok itu, maka itulah yang namanya jihad (yang masuk akal).

Saya langsung ke logika kepercayaan kepada Nyai Ratu Kidul. Pertama-tama kita harus menerima kenyataan bahwa kepercayaan terhadap Nyai Ratu Kidul sudah ratusan tahun yang lalu telah menjadi cerita rakyat, dari dongeng sebelum tidur, dan di era modern ini sampai diangkat ke layar lebar. Nyai Ratu Kidul bukanlah merupakan sejarah. Terdapat banyak versi tentang asal-usulnya dan tidak terdokumentasi dalam prasasti atau kitab yang memuat catatan-catatan waktu atau kronologi yang jelas. Jika ada syair Serat Wedatama yang dibuat Mangkunegoro IV dan sejenisnya, maka tidak lain hanya sebatas karya seni dan sastra. Jawa Barat mempunyai versi sendiri, Jawa Tengah juga mempunyai beberapa versi.

Muaranya memang sama, yaitu: sosok yang bernama Nyai Ratu Kidul. Namun hulunya berbeda, sebab ada versi yang mengatakan bahwa Nyai Ratu Kidul itu dari Mataram, Pajajaran, hutan Sigaluh, Munding Wangi dan sebagainya. Pertanyaannya adalah: mungkinkah satu sosok yang bernama Nyai Ratu Kidul berasal dari beberapa sosok manusia? Secara logika; tidak mungkin!

Untuk sementara saya berhipotesa bahwa Nyai Ratu Kidul itu adalah sosok fiktif. Ia adalah sosok yang sengaja diciptakan untuk memenuhi kebutuhan kepercayaan masyarakat di masing-masing daerah di pesisir Selatan Jawa. Seperti halnya Ibrahim sebelum menjadi nabi, menganggap matahari, bulan atau bintang sebagai kekuatan di luar manusia yang menguasai manusia, sebab ia membutuhkannya. Atau fenomena masyarakat yang memitoskan seseorang yang mempunyai kelebihan untuk dianggap sebagai pelindung, seperti halnya sebagian kelompok orang tertentu yang menganggap Maradona sebagai Dewa mereka. Padahal Maradona itu tetap manusia biasa yang akhirnya akan mati.

Mitos-mitos seperti itu juga terjadi di luar Indonesia. Kita dapat membaca literatur tentang golongan-golongan atau sekte-sekte. Termasuk aliran Syiah yang masih terpecah-pecah lagi menjadi sekte-sekte yang mempunyai keyakinan khusus sendiri-sendiri. Mereka, masing-masing sangat fanatik dengan pimpinan (imam) mereka, sehingga kematiannya tidak dianggap sebagai kematian, melainkan sebagai jalan sementara untuk menuju pada kebangkitan yang kelak akan menuntut balas atas kematian Imam Husain dan golongannya di Padang Karbala.

Yang aneh (tidak masuk akal) adalah jika setiap sekte tersebut mempunyai Imam Mahdi sendiri-sendiri, padahal Imam Mahdi seharusnya hanya ada satu. Sama halnya dengan Nyai Ratu Kidul yang dengan berbagai versi menimbulkan fakta bahwa ada banyak perempuan yang bisa menjadi Nyai Ratu Kidul. Lalu mana Nyai Ratu Kidul yang sesungguhnya, apakah Dewi Srengenge dari Munding Wangi, ataukah Ni Mas Ratu Angin dari Mataram, ataukah Puteri Kerajaan Pajajaran,  ataukah Puteri Pagedongan dari hutan Sigaluh, atau siapa? Pertanyaan ini tidak bisa dijawab sebab tidak mungkin Nyai Ratu Kidul itu terdiri dari beberapa orang. 

Tidak ada satupun versi yang memberikan koreksi atau pembatalan versi-versi lain dengan argumen. Sehingga seluruh versi cerita asal-usul Nyai Ratu Kidul lebih layak dan logis disebut sebagai dongeng. 

Untuk menghasilkan kesimpulan logis tentang ada atau tidaknya Nyai Ratu Kidul maka perlu sudut pandang yang komulatif termasuk yang akan diterangkan berikut.

Nyai Ratu Kidul diyakini masyarakat Jawa sebagai isteri gaib dari Sutowijoyo. Kita sudah mengetahui bagaimana karakter dan etika Sutowijoyo, yang tidak lain adalah seorang penguasa yang cerdik, licik, pembohong dan kejam. Sutowijoyo, meskipun konon adalah murid Sunan Kalijaga, tetapi dalam berpolitik sama sekali tidak berpegang teguh pada etika dan tatakrama politik Islam. Sutowijoyo seperti para penguasa Jawa pada umumnya, tidak pandang beragama Hindu, Budha atau Islam; licik dan kejam.

Lalu apa hubungannya dengan Nyai Ratu Kidul? Boleh jadi Nyai Ratu Kidul adalah tokoh rekaan guna untuk memperkokoh kekuasaan Sutowijoyo. Dengan melemparkan isu bahwa Sutowijoyo menjalin aliansi dengan Penguasa lelembut dari Laut Selatan, maka pastilah akan membuat banyak lawan-lawannya bergidik. Itu dalah teknik psywar secara mistis. Sebab orang Jawa pada umumnya masih terpengaruh (menganut) kepercayaan mistik, maka itu dijadikan pertimbangan oleh Sutowijoyo.

Ada beberapa pertanyaan yang perlu dikemukakan, berkenaan dengan kontrak Nyai Ratu Kidul dengan Sutowijoyo yang salah satu isinya adalah: “Sutowijoyo dan raja-raja Mataram keturunannya menjadi suami Nyai Ratu Kidul Sutowijoyo dan raja-raja Mataram keturunannya menjadi suami Nyai Ratu Kidul”, diantaranya sebagai berikut:

(1) Jika Sutowijoyo yakin dengan pasukan lelembut dari Nyai Ratu Kidul, lalu mengapa harus takut melawan aliansi pasukan Jawa Timur di Madiun, sehingga ia harus “menipu” para penguasa Jawa Timur? Kalau hanya untuk meminimalisasi korban perang, bukankah cukup dengan cara menggerakkan pasukan lelembut untuk, misalnya, menggelitik ketiak seluruh pasukan Jawa Timur sehingga akan pingsan kaku dan mudah untuk ditawan, tak perlu dibunuh?

(2) Jika Sutowijoyo yakin dengan kontraknya dengan Nyai Ratu Kidul, lalu mengapa ia harus mengumpankan” anak perempuannya sendiri untuk menaklukkkan Ki Ageng Mangir?  Mengapa tidak menyuruh anak buah Nyai Ratu Kidul (jin atau setan) untuk menyamar menjadi perempuan paling cantik di dunia guna memikat Ki Ageng Mangir?

(3) Jika benar Nyai Ratu Kidul mengikat kontrak dengan Sutowijoyo bahwa anak dan keturunan Sutowijoyo sebagai raja-raja Jawa juga harus menjadi suami Nyai Ratu Kidul, lalu mengapa Jawa akhirnya jatuh ke tangan VOC dan Belanda, bahkan dioper ke Inggris, dikuasai lagi oleh Belanda, dioper ke Jepang, sampai babak belur selama 350 tahun?

(4) Bukankah akan sangat mudah bagi raja-raja Jawa keturunan Sutowijoyo untuk meminta bantuan kepada pasukan lelembut Nyai Ratu Kidul yang tidak mempan peluru dan bom (lha wong tidak bisa dilihat mata)?

(5) Di mana Nyai Ratu Kidul berada selama 350 tahun kerajaan suaminya harus terpecah-pecah dan rakyatnya mengalami penderitaan lahir batin padahal Nyai Ratu Kidul selalu diberi sesajen oleh orang Jawa dari ujung Barat sampai Timur laut Selatan pulau Jawa, dan setiap waktu bercinta dengan raja-raja Mataram?

(6) Apakah mungkin selama 350 tahun itu Nyai Ratu Kidul, yang selalu berhubungan dengan raja-raja keturunan Sutowijoyo setiap tahun itu, kolusi dengan VOC, Belanda, Inggris dan Jepang?

(7) Apa mungkin waktu masa kolonialisme itu Nyai Ratu Kidul selingkuh dengan Daendels, Rafles atau Kaisar Hirohito di Jepang sana sehingga raja-raja keturunan Sutowijoyo tidak dilayani lagi permintaannya untuk melawan penjajahan asing?

(8) Di mana Nyai Ratu Kidul ketika Amangkurat I lari tunggang-langgang dikejar pasukan Trunojoyo? Apa sedang ada konflikrumah-tangga antara Nyai Ratu Kidul dengan 
Amangkurat I ?

(9) Di mana Nyai Ratu Kidul ketika Amangkurat III diikat tangannya dan dibuang ke Srilanka? Apa sedang mengurus gugatan perceraian?

(10) Apakah mungkin para pasukan jin, setan, dhemit, ilu-ilu, banaspati, genderuwo, thuyul, dan lelembut lainnya, anak buah Nyai Ratu Kidul takut mendengar senapan atau meriam dan batuk-batuk karena asap mesiu sehingga harus tinggal glanggang colong playu (lari tunggang langgang, meninggalkan arena peperangan)?

(11) Apakah benar Sutowijoyo yang notabene murid Walisongo itu benar-benar bersekutu dengan setan yang dalam akidah pokok Islam dilarang keras? Bukankah jika Sutowijoyo berlaku demikian maka ia akan dimusuhi Walisongo? Padahal menurut kisahnya ia menjadi orang yang memperoleh legitimasi ulama Walisongo untuk menjadi Raja Jawa waktu itu, bahkan jauh hari sebelum Pajang runtuh? Itulah sekelumit pertanyaan untuk bisa menjawab apakah Nyai Ratu Kidul itu sosok fiktif atau bukan, dari sudut pandang logika yang tidak terlalu rumit.

Pertanyaan-pertanyaan itu tentu tidak bisa dipersamakan perlakukan dengan misalnya: Di mana Allah berada ketika Dinasti Abasyiah di babat habis oleh pasukan Hulagu Khan Di mana Allah berada ketika Dinasti Abasyiah di babat habis oleh pasukan Hulagu Khan? Sebab Allah adalah Tuhan semua manusia yang harus berbuat adil. Berbeda dengan Nyai Ratu Kidul yang ikatan kontraknya khusus kepada Sutowijoyo yang klausulnya diberlakukan sampai kepada seluruh ahli waris Mataram. Keunggulan dan kemenangan manusia atas manusia lain, bukan digantungkan pada agamanya, apakah orang itu muslim atau bukan, melainkan pada penggunaan akal dan ilmu pengetahuannya termasuk ketepatan manajemennya.

Saya kembali pada soal logika Nyai Ratu Kidul. Suatu saat Sultan Hamengku Buwono X pernah ditanya, “Apakah Nyai Ratu Kidul itu benar-benar ada?” Maka secara cerdik Sultan menjawab, “Jika saya jawab, nanti akan menimbulkan polemik.” Hal itu menunjukkan bahwa Sultan Hamengku Buwono memahami opini yang ada di masyarakat. Jika Sultan menjawab “ada” maka ia akan berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai bukti-bukti. Meskipun bukan bukti ilmiah, tetapi setidak-tidaknya berkaitan dengan argumen logis yang dilontarkan golongan rasionalis dan para tokoh agama. Sebaliknya jika Sultan menjawab “tidak ada” maka sama halnya akan meruntuhkan simbol magis kesultanan warisan Mataram, yang sama halnya meruntuhkan kewibawaan Keraton Jogjakarta. Bagaimanapun juga Nyai Ratu Kidul telah dipercaya sebagai bagian dari kekuasaan Mataram dan penerusnya. Runtuhnya mitos Nyai Ratu Kidul akan berpengaruh pada berkurangnya kekuatan Keraton, sedikit atau banyak.

Dalam perkembangannya, setelah Mataram pecah menjadi Jogjakarta, Surakarta, Pakualaman dan Mangkunegaran, terdapat kesadaran mitos yang memaksa penguasa Surakarta untuk tidak diidentikkan lagi menjadi suami dari Nyai Ratu Kidul, sebab kenyataanya Mataram sudah terpecah-pecah, dan rajanya sudah lebih dari satu. Tapi perubahan mitos itu sudah terlambat. Perubahan mitos tersebut terjadi pada jaman Paku Buwono X. Diceritakan suatu saat Paku Buwono X menjalin asmara dengan Nyai Ratu Kidul di Panggung Sanggobuwono. Ketika kemudian Paku Buwono dan Nyai Ratu Kidul menuruni Panggung Sanggobuwono maka tiba-tiba kaki Paku Buwono X terpeleset dan secara reflek Nyai Ratu Kidul mengucap, “Anakku… Ngger!” Ucapan Nyai Ratu Kidul itu dianggap sebagai sabda pandhita ratu yang tidak bisa ditarik, sehingga sejak saat itu raja Surakarta dan keturunannya dianggap sebagai anak dari Nyai Ratu Kidul.

Kisah tersebut dapat dipandang sebagai pembatalan kontrak antara Sutowijoyo dengan Nyai Ratu Kidul yang khusus berlaku di Surakarta. Kalau dilogikakan, maka seharusnya setelah peristiwa itu Nyai Ratu Kidul tidak wajib untuk “melayani” raja Surakarta, sehingga fungsi Panggung Sanggobuwono sudah bukan lagi sebagai tempat memadu kasih antara Nyai Ratu Kidul dengan raja Surakarta, terhitung setelah peristiwa yang dialami Paku Buwono X tersebut.

Kisah terpelesetnya Paku Buwono X tersebut adalah termasuk kecerdikan Paku Buwono X dalam melakukan revisi terhadap posisi magis Nyai Ratu Kidul. Perlu diingat bahwa ada hari khusus dalam bulan Suro yang dijadikan hari upacara pertemuan antara Nyai Ratu Kidul dengan Sutowijoyo, yaitu Hari Selasa Kliwon. Sedangkan menurut Perjanjian Giyanti tahun 1755, Mataram dibagi menjadi Jogjakarta dan Surakarta.  Bahkan tahun 1813 Sultan Hamengku Buwono I memberikan kedaulatan kepada puteranya, Notokusumo dengan gelar Paku Alam untuk memerintah wilayah sebelah barat sungai Progo yang dinamai Adikarto. Surakarta pun mempunyai pecahan yaitu Mangkunegaran sejak tahun 1757 yang diperintah Raden Mas Said (anak Pangeran Diponegoro) yang bergelar Mangkunegoro I. Sampai pada titik sejarah ini, raja di wilayah Mataram keturunan Sutowijoyo sudah terpecah menjadi empat.

Pertanyaannya adalah: Betapa sibuknya Nyai Ratu Kidul pada hari Selasa Kliwon di bulan Suro sebab harus melayani empat raja sekaligus? Juga betapa sibuknya Nyai Ratu Kidul yang harus melayani empat raja dalam waktu-waktu tertentu? Bukankah menurut kontrak politiknya dengan Sutowijoyo bahwa Nyai Ratu Kidul akan membantu memakmurkan Mataram?  Mataram telah terpecah menjadi empat, dan jika ada keunggulan kemakmuran di salah satu kerajaan tersebut, apakah Nyai Ratu Kidul tidak pilih kasih? Atau, jika misalnya Pakualaman dan Mangkunegaran dianggap sebagai wilayah kadipaten sehingga para raja adipatinya tidak dikategorikan sebagai raja, tapi setidak-tidaknya masih ada dua kerajaan pecahan Mataram yang sama-sama berdaulat, yaitu: Jogjakarta dan Surakarta.

Maka Paku Buwono X membuat logika mistik guna mengurangi beban Nyai Ratu Kidul dengan cara “mengalah” untuk hanya dianggap sebagai anak dari Nyai Ratu Kidul. Revisi mistik yang dilakukan Paku Buwono X tersebut memberikan indikasi bahwa Paku Buwono mengakui adanya ketidaklogisan dalam mitos Nyai Ratu Kidul jika “memaksa” Nyai Ratu Kidul harus menjadi isteri dari empat atau dua raja sekaligus, padahal dari sudut pandang Hukum Perkawinan yang dianut oleh Mataram dan pecahannya tersebut adalah hukum agama Islam dan Hukum Adat Jawa yang melarang poliandri.

Sekarang saya kembali membahas soal banyaknya versi cerita asal-usul Nyai Ratu Kidul. Bolehlah, misalnya dibuat komparasi antara banyaknya versi cerita Nyai Ratu Kidul yang saling tidak bersesuaian, dibandingkan dengan banyaknya agama atau kepercayaan tentang adanya Tuhan, dengan pertanyaan sebagai berikut:
“Apakah masuk akal adanya Tuhan itu? Sebab agama Hindu mengatakan Tuhan itu Trimurti yang diantaranya adalah Wisnu bisa menitis kepada  Khrisna, sedangkan Nasrani mengatakan bahwa Tuhan itu adalah Trinitas; Allah yang berada di atas manusia, Yesus yang bersama manusia, dan Roh Kudus yang berada dalam jiwa manusia. Belum lagi menurut versi Buda, Shinto, Majusi, Yahudi dan lain-lain? Padahal secara akal, Tuhan itu pasti satu, padahal ajaran-ajaran agama itu satu sama lain tidak menunjukkan ciri yang sama tentang Tuhan, bahkan saling bertentangan?” Itu pertanyaan yang masuk akal. Memang, tidak logis jika Tuhan yang satu itu kisahnya menjadi berbagai versi. Oleh sebab itu perlu dilakukan analisis logis, tetapi sebatas pada pembahasan ilmu pengetahuan. Di luar itu, terserah kepada penganutnya masing-masing.

Terlepas bahwa saya adalah orang Islam, tetapi perlu saya kemukakan bahwa Al-Quran telah melakukan kritik atas akidah-akidah agama sebelumnya. Bagian akhir Surat Maryaam cukup mewakili kritik terhadap akidah agama Yahudi dan Nasrani yang mempunyai istilah “anak Tuhan”, terlepas apapun mereka memberikan pengertian tentangnya, tetapi Al-Quran sangat hati-hati dalam memformulasikan dalil keesaan Tuhan. Begitupula Surat Al-Ikhlas merupakan dalil untuk membatalkan akidah politheisme. Dalil-dalil wujud Allah, misalnya: qiyamuhu binafsihi , mukhalafatu lil hawaditsi, wujud, qidam, baqa, dan lain-lain merupakan suatu penjelasan bahwa Tuhan itu sama sekali berbeda dengan wujud dan ciri-ciri makhluknya, dan hal itu merupakan kritik atas akidah-akidah selain Islam.

Bedanya dengan banyaknya versi kisah Nyai Ratu Kidul adalah bahwa tidak satupun versi tersebut yang memberikan koreksi dan penjelasan atas versi lainnya dengan argumen yang rasional seperti  halnya Al-Quran melakukan hal itu. Alasan lainnya adalah bahwa eksistensi Tuhan masih dalam batas akal yang wajar, sebab Tuhan dibutuhkan oleh akal. Jika saja Tuhan dianggap tidak ada maka seluruh eksistensi akan batal, sebab tidak ada yang menyebabkannya. Berbeda dengan eksistensi Nyai Ratu Kidul hanya diperlukan dengan batas-batas lingkungan Jawa. Seandainya tidak ada penciptaan sosok Nyai Ratu Kidul pun tidak akan membatalkan penciptaan alam.

Jika eksistensi Tuhan dibatalkan maka sudah jelas batal pula pengendali hukum alam ini. Tuhan juga tidak bisa digantikan oleh Tuhan lainnya sebab Tuhan itu satu-satunya pencipta. Jika Tuhan mempunyai substitusi maka justru tidak masuk akal sebab Tuhan itu seharusnya hanya satu. Kalau toh Tuhan bisa diganti, maka boleh jadi suatu saat manajemennya berbeda sehingga alam akan mengalami revolusi sistem edarnya, dan itu tidak pernah terjadi. Kalau Tuhan lebih dari satu maka tidak akan bisa selalu mengambil keputusan bulat dalam mengendalikan semesta sebab ada banyak komando. Filsafat materialisme menjawab bahwa Tuhan itu juga tidak rasional, sebab hukum kausalitas menjadi batal ketika pertanyaan: "Siapa atau apa penyebab Tuhan” dijawab dengan jawaban: “Tuhan itu sendiri”.

Tapi filsafat materialisme juga tidak memberikan jawaban tentang seluruh kausalitas eksistensi materi, sebab mereka cenderung menjawabnya dengan Teori Evolusinya Charles Darwin yang sebenarnya juga tidak bisa menuntaskan logika kausalitas alam semesta.  Jangankan sampai pada penuntasan kausalitas alam semesta, mempertahankan teorinya saja sangat sulit, sebab tidak sanggup untuk menjawab pertanyaan misalnya: “Mengapa tidak ada manusia yang berevolusi menjadi makhluk pasca manusia padahal manusia juga sudah ada ribuan tahun yang silam? Mengapa dalam satu lingkungan yang sama bisa ada kera dan manusia yang sama-sama hidup bertetangga, katanya kera itu nenek moyang manusia?” Filsafat materialisme dan Teori Evolusi tidak akan bisa menjawab pertanyaan tersebut secara tuntas.

Sampai pada batas itulah nalar atau akal terhenti. Terhenti dalam arti “tidak mengetahui” bagaimana sesungguhnya eksistensi Tuhan ataupun empirisitas komplit dari hukum kausalitas. Sebab itu ada penyebab, ada lagi sebab dan seterusnya tak terbatas, sampai akal tak mampu lagi mencapainya. Namun akal tetap berjalan guna mencari rasionalitas penyebab eksistensi. Karena itu Aristoteles membatasinya dengan causa pr manya , bahwa ada Penyebab Pertama. Ketika ditanya, “Siapa penyebab Tuhan?” Maka pertanyaan itu sia-sia, sebab Tuhan tidak perlu penyebab. Tapi akal membutuhkan untuk adanya Tuhan sebab akan tidak masuk akal jika jagad raya ini bergerak dan beredar tanpa pengendali, tanpa sebab. Jika batu melayang maka pasti ada yang melemparkan.

Kalau mesin bergerak karena ada yang membuat dan memulai gerakan itu, dan selanjutnya hanya tinggal diawasi. Artinya, alam semesta ini digerakkan oleh satu sistem yang diperintah oleh satu komando. Lain halnya dengan keberadaan Nyai Ratu Kidul. Ombak Laut Selatan tetap akan bergerak meskipun tanpa Nyai Ratu Kidul, sebab yang menggerakkan ombak itu adalah sistem hukum alam. Orang Jawa pun juga tidak menggantungkan perputaran bumi ini kepada Nyai Ratu Kidul. Masyarakat bisa mengatasi hama tikus dengan predator kucing atau ular atau pestisida, tanpa harus menggunakan sesajen.

Bahkan, boleh jadi, seandainya benar ada Nyai Ratu Kidul, maka ia hanyalah menjadi beban masyarakat Jawa sebab dengan adanya Nyai Ratu Kidul hal itu menjadikan masyarakat selalu was-was atas ancaman gangguan Nyai Ratu Kidul seperti yang dipercaya selama ini, sehingga harus selalu menyediakan sesajen. Ia (seandainya ada) sama seperti makhluk Tuhan lainnya yang membutuhkan ruang dan media hidup, yang harus bersaing dengan makhluk hidup lainnya, termasuk manusia. Berdasarkan uraian tersebut maka sesungguhnya secara logika, Nyai  Ratu Kidul hanyalah sebuah mitos, sebab sama sekali tidak masuk diakal.


Tidak masuk di akal yang saya maksudkan bukanlah karena akal belum bisa mencapai atau memikirkannya, tetapi bertentangan dengan akal sehat. Saya ibaratkan seperti orang yang mengaku punya banyak uang di dompetnya tapi tidak mampu membeli makanan. Nyai Ratu Kidul hanyalah dongeng belaka. Minimal, pemujaan yang dilakukan masyarakat Jawa dengan sesajen tersebut itulah yang terutama tidak masuk akal. Seandainya toh Nyai Ratu Kidul ada, ia hanyalah pendusta sebab telah membiarkan Mataram tercabik-cabik dan para rajanya mengalami nasib tragis, ada yang dipaksa menandatangani perjanjian penyerahan wilayahnya, ada yang diusir, ada yang diikat dan dibuang. Bahkan Jawa yang memberinya sesajen dengan janji dilindungi, begitu lama menderita dalam jajahan asing. Ironis. Makanya Tuhan membiarkan para manusia dalam keadaan terjerumus ketika tidak menggunakan akal sehat mereka. Sudah tiba saatnya mengusir Nyai Ratu Kidul. Jika tidak bisa diusir dari pikiran dan keyakinan, maka harus diusir dari Laut Selatan!  Ini bukan kesombongan, tapi mendudukkan pantat pada kursi yang benar.


--0o0--

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Choose Your Own Language

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © Pebruari 2017 - FRIDA ACEDA - All Rights Reserved
Design by Utak-Atik Mediatama Sumedang