Headlines News :
Home » , » Pengembaraan Salman Al Farisi Mencari Cahaya Kebenaran

Pengembaraan Salman Al Farisi Mencari Cahaya Kebenaran


Salman Al Farisi dikenal salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW sebagai penggagas membuat parit untuk strategi demi mempertahankan kota Madinah dari gempuran tentara Yahudi pada saat Perang Khandaq yang selanjutnya strategi ini banyak ditiru oleh dunia kemeliteran berbagai negara hingga kini, sebagai penghargaan akan kepahlawanannya terhadap Islam namanya banyak diabadikan di dunia Islam salah satunya Institut Teknologi Bandung menamakan masjidnya dengan Masjid Salman ITB yang tentunya berdiri atas dukungan dan restu dari Presiden RI pertama Ir. Soekarno pada era 1960-an sekaligus yang menamakannya. Ia berasal dari Persia (Iran) dengan nama lahir Ruzbeh. Pada masa kanak-kanak, ia adalah seorang penganut ajaran Majusi (Zoroaster). Salman pada masa remaja pernah menjadi pembantu agama Kristen dan pergi ke Suriah menjadi murid seorang pendeta Kristen. Ia tinggal di Suriah, Mausul dan Nashibin. Ketika ia mendengar ramalan seorang pendeta Nasrani yang mengabarkan tentang adanya seorang Nabi yang akan muncul di Arab Saudi, maka ia pun pergi ke Hijaz. Namun ia ditangkap dan ditawan oleh Kabilah Bani Kalb kemudian dijadikan budak dan dijual kepada seorang laki-laki dari Bani Quraidhah dan bersamanya, Salman dibawa ke Madinah. Di Madinah, Salman melihat Nabi Muhammad Saw dan beriman kepadanya. Nabi membeli Salman dari tuannya dan ia pun merdeka dan berganti nama menjadi Salman Al Farisi, sedangkan nama belakang Al Farisi menjelaskan Ia seorang yang berasal dari Persia.
Dilahirkan dari seorang ayah yang bernama Khusyfudan di desa Jai di Isfahan, Iran. Semangat Salman dalam mencari kebenaran akan agama yang lebih baik sehingga pencaharian pun membutuhkan perjalanan yang panjang.

Dikisahkan oleh Abdullah bin Abbas Radhiallaahu tentang biografinya adalah sebagai berikut:

Beliau seorang lelaki Persia dari Isfahan, warga suatu desa bernama Jai. Ayahnya adalah seorang tokoh masyarakat yang mengerti pertanian. Beliau paling disayangi oleh ayahnya. Karena sangat sayangnya sampai-sampai beliau tidak diperbolehkan keluar rumah, dan diminta senantiasa berada di samping perapian, bagaikan seorang budak saja.

Beliau dilahirkan dan membaktikan diri di lingkungan Majusi (Zoroaster) yang ditugasi oleh sang Ayah untuk senantiasa sebagai penjaga api yang bertanggung jawab atas nyalanya api dan tidak membiarkannya padam.

Ayahnya memiliki tanah perahan yang luas. Pada suatu hari Ayahnya sibuk mengurus bangunan. Sang Ayah berkata kepadanya, ‘Wahai anakku, hari ini aku sibuk di bangunan, aku tidak sempat mengurus tanah, cobalah engkau pergi ke sana!’ Ayahnya menyuruhnya untuk dapat melakukan beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan.

Beliau menunaikan pesan dan keluar menuju tanah milik ayahnya. Dalam perjalanan, beliau melewati salah satu gereja Nasrani dan mendengar suara mereka yang sedang beribadah. Beliau sendiri tidak mengerti dan selalu bertanya-tanya dalam hati mengapa ayahnya mengharuskannya tinggal di dalam rumah saja dan melarangnya keluar rumah.

Kesempatan tersebut dimanfaatkannya untuk mencoba masuk ke dalam gereja agar mengetahui apa yang sedang mereka lakukan.

Begitu beliau melihat mereka, beliau kagum dengan ibadah mereka, dan beliau ingin mengetahui peribadatannya sedetail mungkin. Sampai-sampai beliau berkata dalam hati, ‘Demi Allah, ini lebih baik dari agama yang kami anut selama ini’

Sehingga beliau pun tidak beranjak dari mereka sampai matahari terbenam dan tidak jadi pergi ke tanah milik ayahnya. Dan akhirnya beliau memberanikan diri untuk bertanya kepada mereka, ‘Dari mana asal usul agama ini?’ Mereka menjawab, ‘Dari Syam (Syiria).’

Kemudian beliau pulang ke rumah. Disaat bersamaan ayahnya telah mengutus seseorang untuk mencarinya karena was-was terhadap buah hatinya tersebut. Sementara beliau sama sekali tidak mengerjakan tugas sebagaimana yang telah diperintahkan ayahnya.

Ketika beliau bertemu ayahnya, sang ayah bertanya, ‘Anakku, ke mana saja kamu pergi? Bukankah aku telah berpesan kepadamu untuk mengerjakan apa yang aku perintahkan itu?’

Jawab beliau, ‘Ayah, aku lewat pada suatu kaum yang sedang sembahyang di dalam gereja, ketika aku melihat ajaran agama mereka aku kagum. Demi Allah, aku tidak beranjak dari tempat itu sampai matahari terbenam.’

Lantas ayahnya menjawab, ‘Wahai anakku, tidak ada kebaikan sedikitpun dalam agama itu. Agamamu dan agama ayahmu lebih bagus dari agama itu.’

Dan beliaupun mencoba untuk membantahnya, ‘Demi Allah, sekali-kali tidak! Agama itu lebih bagus dari agama kita.’

Kemudian ayahnya khawatir terhadap dirinya, sehingga sang ayahpun merantai kakinya, dan beliaupun dikurung di dalam rumahnya agar tidak dapat pergi.

Suatu hari ada seorang dari agama Nasrani yang telah ia kenal sebelumnya berusaha menemuinya, maka beliaupun memanfaatkan kesempatan ini untuk menyampaikan pesan, ‘Jika ada rombongan dari Syiria yang terdiri dari para pedagang Nasrani, maka supaya beliau diberitahu.’ Beliaupun meminta agar apabila para pedagang itu telah selesai urusannya dan akan kembali ke negerinya, beliau meminta izin bisa menemui mereka.

Ketika para pedagang itu hendak kembali ke negrinya, mereka memberitahu kepadanya. Kemudian rantai besi yang mengikat kakinyapun dilepas, lantas beliau kabur dari rumah dan pergi berkelana mengikuti mereka sampai tiba di Syiria.

Sesampainya beliau di Syiria, beliaupun bertanya, ‘Siapakah orang yang ahli agama di sini?’ Mereka menjawab, ‘Uskup (pendeta) yang tinggal di gereja.’ Kemudian beliau menemuinya dan berkata kepada pendeta itu, ‘Aku sangat mencintai agama ini, dan aku ingin tinggal bersamamu, aku akan membantumu di gereja ini, agar aku dapat belajar denganmu dan beribadah bersama-sama kamu.’ Pendeta itu menjawab, ‘Silahkan.’ Maka beliaupun tinggal bersamanya.

Ternyata pendeta itu seorang yang jahat, dia menyuruh dan menganjurkan umat untuk bersedekah, namun setelah sedekah itu terkumpul dan diserahkan kepadanya, ia menyimpan sedekah tersebut untuk dirinya sendiri, tidak diberikan kepada orang-orang miskin, sehingga terkumpullah 7 peti emas dan perak.

Akhirnya beliau sangat benci perbuatan pendeta itu. Tak lama kemudian pendeta tersebut meninggal. Orang-orang Nasrani pun berkumpul untuk mengebumikannya. Ketika itu beliau sampaikan kepada khalayak dengan mengatakan, ‘Sebenarnya, pendeta ini adalah seorang yang berperangai buruk, menyuruh dan menganjurkan kalian untuk bersedekah. Tetapi jika sedekah itu telah terkumpul, dia menyimpannya untuk dirinya sendiri, tidak memberikannya kepada orang-orang miskin barang sedikitpun.’

Mereka pun mempertanyakan apa-apa yang beliau sampaikan dan bertanya, ‘Apa buktinya bahwa kamu mengetahui akan hal itu?’ Beliau menjawab, ‘Marilah aku tunjukkan kepada kalian simpanannya itu.’ Mereka berkata, Baik, tunjukkan simpanan tersebut kepada kami.’

Lalu beliaupun memperlihatkan tempat penyimpanan sedekah itu. Kemudian mereka mengeluarkan sebanyak 7 peti yang penuh berisi emas dan perak. Setelah mereka menyaksikan betapa banyaknya simpanan pendeta itu, mereka berkata, ‘Demi Allah, selamanya kami tidak akan menguburnya.’ Kemudian mereka menyalib pendeta itu pada tiang dan melempari jasadnya dengan batu.

Selanjutnya mereka mengangkat orang lain sebagai penggantinya sebagai pendeta. Salman pun tidak pernah melihat seseorang yang tidak mengerjakan ibadah yang lebih bagus selain pendeta tersebut, ia sangat zuhud, sangat mencintai akhirat, dan selalu beribadah siang dan malam. Maka Salman pun sangat mencintai ibadah dan berusaha untuk dapat beribadah seperti yang di ajarkan pendeta tersebut kepadanya. Salman tinggal bersama pendeta tersebut beberapa waktu.

Kemudian ketika menjelang kematian pendeta tersebut, Salman berkata kepadanya, ‘Wahai Fulan, selama ini aku hidup bersamamu, dan aku sangat mencintaimu, belum pernah ada seorangpun yang aku cintai seperti cintaku kepadamu, padahal sebagaimana kamu lihat akan dirimu, kematian akan segera menghampirimu saat berlakunya taqdir Allah, kepada siapakah aku ini engkau wasiatkan, dan apa yang engkau perintahkan kepadaku?’

Sang pendetapun berkata, ‘Wahai anakku, demi Allah, sekarang ini aku sudah tidak tahu lagi siapa yang mempunyai keyakinan seperti aku. Orang-orang yang aku kenal telah mati, dan masyarakatpun mengganti ajaran yang benar dan meninggalkannya sebagiannya, kecuali seorang yang tinggal di Mosul (kota di Irak), yakni Fulan, dia memegang keyakinan seperti aku ini, temuilah ia di sana!’

Lalu tatkala pendeta telah wafat, Salmanpun berangkat untuk menemui seseorang di Mosul, dan berkata, ‘Wahai Fulan, sesungguhnya si Fulan telah mewasiatkan kepadaku menjelang kematiannya agar aku menemuimu, dia memberitahuku bahwa engkau memiliki keyakinan sebagaimana dia.’

Kemudian orang yang ditemuinya itu berkata, ‘Silahkan tinggal bersamaku. Aku pun hidup bersamanya.’ Salman mendapati ia sangat baik sebagaimana yang diterangkan si pendeta kepadanya. Namun sayang orang yang baru dihampirinya pun mendekati kematian. Dan ketika kematian menjelang, Salmanpun bertanya kepadanya, ‘Wahai Fulan, ketika itu si Fulan mewasiatkan aku kepadamu dan agar aku menemuimu, kini taqdir Allah akan berlaku atasmu sebagaimana engkau maklumi, oleh karena itu kepada siapakah aku ini hendak engkau wasiatkan? Dan apa yang engkau perintahkan kepadaku selanjutnya?’

Orang itu berkata, ‘Wahai anakku, Demi Allah, tak ada seorangpun sepengetahuanku yang seperti aku kecuali seorang di Nashibin (kota di Aljazair), yakni Fulan. Temuilah ia!’

Maka setelah beliau wafat, Salman pun selanjutnya menemui seseorang yang di Nashibin itu. Setelah beliau bertemu dengannya, beliau menceritakan keadaannya dan apa yang di perintahkan si Fulan kepadanya.

Orang itu berkata, ‘Silahkan tinggal bersamaku.’ Sekarang Salman pun memulai tinggal bersamanya. Beliau mendapati orang tersebut benar-benar seperti orang yang sebelumnya yang pernah ia kunjungi dan tinggal bersamanya. Beliaupun tinggal bersama seseorang yang sangat baik.

Namun, kematian pun hampir datang menjemputnya. Dan di ambang kematiannya Salman berkata, ‘Wahai Fulan, Ketika itu si Fulan mewasiatkan aku kepada Fulan, dan kemarin Fulan mewasiatkan aku kepadamu? Sepeninggalmu nanti, kepada siapakah aku akan engkau wasiatkan? Dan apa yang akan engkau perintahkan kepadaku?’

Orang itu berkata, ‘Wahai anakku, Demi Allah, tidak ada seorangpun yang aku kenal sehingga aku perintahkan kamu untuk mendatanginya kecuali seseorang yang tinggal di Amuria (kota di Romawi). Orang itu menganut keyakinan sebagaimana yang kita anut, jika kamu berkenan, silahkan mendatanginya. Dia pun menganut sebagaimana yang selama ini kami pegang.

Setelah seseorang yang baik itu meninggal dunia, Salman pergi menuju Amuria seperti yang telah di wasiatkan. Beliau menceritakan perihal keadaannya kepada orang yang dituju tersebut, dan orang tersebut pun berkata, ‘Silahkan tinggal bersamaku.’

Salman pun hidup bersama seseorang yang ditunjuk oleh kawannya yang sekeyakinan.

Di tempat orang itu, Salman bekerja, sehingga beliau mampu memiliki beberapa ekor sapi dan kambing atas hasil kerja kerasnya. Kemudian taqdir Allah pun berlaku kepada orang tersebut di penghujung kematiannya. Ketika itu Salmanpun berkata dengan pertanyaan yang sama, ‘Wahai Fulan, selama ini aku hidup bersama si Fulan, kemudian dia mewasiatkan aku untuk menemui Si Fulan, kemudian Si Fulan juga mewasiatkan aku agar menemui Fulan, kemudian Fulan mewasiatkan aku untuk menemuimu, sekarang kepada siapakah aku ini akan engkau wasiatkan? dan apa yang akan engkau perintahkan kepadaku?’

Orang inipun berkata, ‘Wahai anakku, demi Allah, aku tidak mengetahui seorangpun yang akan aku perintahkan kamu untuk mendatanginya. Akan tetapi telah hampir tiba waktu munculnya seorang nabi, dia diutus dengan membawa ajaran nabi Ibrahim. Nabi itu akan keluar diusir dari suatu tempat di Arab kemudian berhijrah menuju daerah antara dua perbukitan. Di antara dua bukit itu tumbuh pohon-pohon kurma. Pada diri nabi itu terdapat tanda-tanda yang tidak dapat disembunyikan, dia mau makan hadiah tetapi tidak mau menerima sedekah, di antara kedua bahunya terdapat tanda cincin kenabian. Jika engkau bisa menuju daerah itu, berangkatlah ke sana!’

Kemudian orang inipun meninggal dunia. Dan sepeninggalnya, Salman masih tinggal di Amuria sesuai dengan yang dikehendaki Allah.

Pada suatu hari, lewat di hadapannya serombongan orang dari Kalb, mereka adalah pedagang. Salman berkata kepada para pedagang itu, ‘Bisakah kalian membawaku menuju tanah Arab dengan imbalan sapi dan kambing-kambingku?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Lalu beliaupun memberikan ternak hasil dari jerih payahnya selama bekerja ini kepada mereka.

Mereka membawa Salman, namun ketika tiba di Wadil Qura, mereka menzhaliminya, dengan menjualnya sebagai status budak ke tangan seorang Yahudi.

Kini Salmanpun tinggal di tempat seorang Yahudi. Beliau melihat pohon-pohon kurma, sembari berharap, mudah-mudahan ini daerahnya sebagaimana yang disebutkan si Fulan kepadanya. Beliaupun tidak bisa hidup bebas karena dijual menjadi seorang budak.

Ketika beliau berada di samping orang Yahudi itu, keponakan orang Yahudi tersebut datang dari Madinah berasal dari Bani Quraidzah. Ia membeli Salman dari orang Yahudi tersebut sebagai budak baginya. Kemudian ia membawa Salman ke Madinah. Begitu Salman tiba di Madinah, beliau segera cari tahu berdasarkan apa yang disebutkan si Fulan kepadanya. Sekarang Salman pun telah tinggal di Madinah.

Allah mengutus seorang RasulNya, dia telah tinggal di Makkah beberapa lama, yang Salman sendiri tidak pernah mendengar ceritanya karena kesibukannya sebagai seorang budak. Kemudian Rasul itu berhijrah ke Madinah. Demi Allah, ketika Salman berada di puncak pohon kurma majikannya disaat ia sedang bekerja di perkebunan, sementara majikannya duduk, tiba-tiba salah seorang keponakan majikannya datang menghampiri, kemudian berkata, ‘Fulan, Celakalah Bani Qailah (suku Aus dan Khazraj). Mereka kini sedang berkumpul di Quba’ menyambut seseorang yang datang dari Makkah pada hari ini. Mereka percaya bahwa orang itu Nabi.’

Tatkala Salman mendengar pembicaraan mereka, Salman tiba-tiba gemetar sampai-sampai beliau khawatir jatuh menimpa majikannya. Kemudian Salman pun turun dari pohon, dan bertanya kepada keponakan majikannya, ‘Apa tadi yang engkau katakan? Apa tadi yang engkau katakan?’ Majikannya sangat marah, dan memukul Salman dengan kerasnya sambil berkata, ‘Apa urusanmu menanyakan hal ini, Lanjutkan pekerjaanmu.’

Salman menjawab, ‘Tidak ada maksud apa-apa,'

Sebenarnya Salman hanya ingin mencari kejelasan terhadap apa yang dikatakan keponakannya, karena beliau telah memiliki beberapa informasi mengenai akan diutusnya seorang nabi seperti yang telah dikatakan oleh beberapa pendeta yang hidup bersamanya sebelum ini.’

Pada sore hari, Salman mengambil sejumlah bekal kemudian beliau mencoba  menuju Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam, ketika itu Rasulullah sedang berada di Quba, lalu Salman menemui beliau, dan berkata, ‘Telah sampai kepadaku kabar bahwasanya engkau adalah seorang yang shalih, engkau memiliki beberapa orang sahabat yang dianggap asing dan miskin. Aku membawa sedikit sedekah, dan menurutku kalian lebih berhak menerima sedekahku ini daripada orang lain.’

Salman pun menyerahkan sedekah tersebut kepada beliau, kemudian Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda kepada para sahabat, ‘Silahkan kalian makan, sementara Rasul sendiri tidak menyentuh sedekah itu dan tidak memakannya'. Salman berkata, ‘Ini satu tanda kenabiannya.’

Salman pun pulang meninggalkan beliau untuk mengumpulkan sesuatu. Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam pun berpindah ke Madinah. Kemudian sampai pada suatu hari, Salman mendatangi beliau sambil berkata, ‘Aku memperhatikanmu tidak memakan pemberian berupa sedekah, sedangkan ini merupakan hadiah sebagai penghormatanku kepada engkau.’

Kemudian Rasulullah makan sebagian dari hadiah pemberian Salman tersebut dan Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk memakannya, mereka pun makan hadiah yang dibawa Salman tersebut. Salman pun saat itu berkata dalam hati, ‘Inilah tanda kenabian yang kedua.’

Selanjutnya Salman menemui beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau berada di kuburan Baqi’ al-Gharqad, Rasulullah sedang mengantarkan jenazah salah seorang sahabat, beliau mengenakan dua lembar kain, ketika itu beliau sedang duduk di antara para sahabat, Salman pun menyempatkan mengucapkan salam kepada beliau. Kemudian Salman berputar memperhatikan punggung Rasulullah, adakah ia akan melihat cincin yang pernah disebutkan Si Fulan kepadanya.

Pada saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Salman sedang memperhatikan beliau, beliau mengetahui bahwa Salman sedang mencari kejelasan tentang sesuatu ciri kenabian yang disebutkan salah seorang kawannya (para pendeta yang pernah didatanginya). Kemudian beliau melepas kain selendang beliau dari punggung, Salman berhasil melihat tanda cincin kenabian dan Salman pun akhirnya yakin bahwa beliau adalah seorang Nabi. Maka Salman telungkup di hadapan beliau dan memeluknya seraya menangis.

Salman sibuk bekerja sebagai budak. Dan perbudakan inilah yang menyebabkan Salman terhalang mengikuti perang Badar dan Uhud. “Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam suatu hari bersabda kepadanya, ‘Mintalah kepada majikanmu untuk bebas, wahai Salman!’ Maka majikannya akan membebaskan beliau jika mau membayar dengan tebusan 300 pohon kurma yang harus beliau tanam untuknya dan uang sebesar 40 uqiyah.

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan para sahabat dan bersabda, ‘Berilah bantuan kepada saudara kalian ini.’ Mereka pun membantunya dengan memberi pohon (tunas) kurma. Seorang sahabat ada yang memberi  30 pohon, atau 20 pohon, ada yang 15 pohon kepada Salman, dan ada yang 10 pohon, masing-masing sahabat memberi kepada Salman pohon kurma sesuai dengan kadar kemampuan mereka, sehingga terkumpul benar-benar 300 pohon.

Setelah terkumpul Rasulullah bersabda kepada Salman, ‘Berangkatlah wahai Salman dan tanamlah pohon kurma itu untuk majikanmu, jika telah selesai datanglah kemari aku akan meletakkannya di tanganku.’ Salman pun menanamnya dengan dibantu para sahabat. Setelah selesai Salman menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam dan memberitahukan perihalnya. Kemudian Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam keluar bersamanya menuju kebun yang Salman tanami itu. Kami dekatkan pohon (tunas) kurma itu kepada beliau dan Rasulullah pun meletakkannya di tangan beliau. Maka, demi jiwa Salman yang berada di TanganNya, tidak ada sebatang pohon pun yang mati.

Untuk tebusan pohon kurma sudah terpenuhi, tetapi Salman masih mempunyai tanggungan uang sebesar 40 uqiyah. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membawa emas sebesar telur ayam hasil dari rampasan perang. Lantas beliau bersabda, ‘Apa yang telah dilakukan Salman al-Farisi?’ Kemudian Salman pun dipanggil beliau, lalu beliau bersabda, ‘Ambillah emas ini, gunakan untuk melengkapi tebusanmu wahai Salman!’

Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam, bagaimana status emas ini bagiku? Tanya Salman, rasulullah menjawab, ‘Ambil saja! Insya Allah, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberi kebaikan kepadanya.’ Kemudian Salman pun menimbang emas itu. Demi jiwa Salman yang berada di TanganNya, berat ukuran emas itu 40 uqiyah. Kemudian Salman memenuhi tebusan yang harus ia serahkan kepada majikannya, dan selanjutnya ia pun akhirnya dimerdekakan.

Setelah itu Salman mulai turut serta bersama Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam dalam perang Khandaq, dan sejak itupun tidak ada satu peperangan yang tidak ia ikuti.”

Rute Perjalanan Salman al-Farisi


Tindakan-tindakan Pentingnya Dalam Perang

Mengajukan usulan untuk menggali parit dan memberi masukan kepada kaum Muslimin untuk menaklukkan Iran Ia ikut hadir pada peperangan permulaan Islam dan setelah Perang Khandaq ia selalu hadir dalam semua peperangan yang ada. Usulan penggalian parit mengelilingi kota Madinah berasal dari Salman. Dalam perang ini, atas perintah Nabi Muhammad Saw setiap 10 perang bertugas untuk menggali parit sepanjang 40 hasta. Karena Salman memiliki kekuatan jasmani yang baik, maka setiap kalangan Muhajirin dan Anshar berebut untuk mengatakan bahwa Salman berasal dari masing-masing dua kelompok mereka, kaum Muhajirin menganggap karena Salman berasal dari tempat lain (Iran) maka ia termasuk kelompok Muhajirin, sedangkan kaum Anshar menganggap karena ketika Nabi Saw memasuki Yatsrib Salman telah berada di sana, maka ia termasuk golongan Anshar. Berdasarkan laporan sebagian referensi, pada perang Thaif, Salman juga mengusulkan supaya menggunakan alat peluncur dan Nabi pun memerintahkan supaya menggunakannya. Dalam penaklukan Iran, Umar dan Hudzaifah diangkat menjadi pembimbing dan pengawal pasukan Islam sementara Salman diangkat sebagai wakil dari pasukan Islam untuk bernegosiasi dengan pasukan Iran.

Salman yang menunjukkan akan kecintaan Nabi kepada Salman adalah ketika Nabi Muhammad Saw bersabda: Salman dari kami, Ahlul Bayt As. Berdasarkan riwayat-riwayat yang ada, pada suatu hari Salman memasuki masjid dan para hadirin demi menghormati ia, mempersilahannya untuk duduk di barisan pertama, namun sebagian orang-orang karena menilai bahwa Salman bukan merupakan orang Arab, tidak bersedia memberikan tempat duduk bagi Salman. Dengan melihat pemandangan ini, Nabi Saw naik ke mimbar dan menyampaikan khutbah bahwa manusia tidak memiliki keunggulan dari sisi warna kulit dan ras kemudian bersabda: Salman berasal dari kami, Ahlul Bayt As.

Gubernur Madain

Salman Farsi, pada zaman pemerintahan Umar bin Khattab diangkat menjadi gubernur Madain wilayah Persia tempat kelahirannya. Ia menjadi gubernur di Madain hingga ajal menjemputnya.  Ia memiliki hak sebanyak 5 ribu dirham dari uang baitul mal sebagai gaji sebagai seorang gubernur Madain, namun ia menyedekahkan uang itu dan ia memenuhi biaya kehidupannya dengan menganyam keranjang hingga akhir hayatnya.

Beberapa sejarawan mencatat: 
Salman Farsi/Al Farisi 
Nama Lahir: Rozbeh
Julukan :  Abu Abdillah
Lahir Lahir: 568 M, di desa Jay/Jai di Isfahan, Iran.
Meninggal: 657 M, Ctesiphon, Iran Kuno, kini wilayah Irak.
Tempat dimakamkan: al-Madain, Irak.
Anak: Abdullah
Memeluk Islam : Jumadil Awwal, 1 H/November, 622

Selama masa hidup Nabi Muhammad Saw, Salman termasuk sahabat Nabi yang sangat dicintai oleh beliau hingga terkait dengan kedudukannya, beliau bersabda: "Salman dari kami, Ahlulbait As." Ia hadir dalam perang-perang Nabi Muhammad Saw. Peristiwa digalinya parit (khandaq) dalam Perang Ahzab yang dengan cara itu pasukan Islam berhasil mengalahkan pasukan kaum Musyrikin adalah atas usulan Salman dan menjadi sebuah peristiwa sejarah yang sangat terkenal.

Sebagai seorang Persia ia menganut agama Majusi (Zoroaster), tetapi ia tidak merasa nyaman dengan agamanya. Kemudian muncul pergolakan batin untuk mencari agama yang dapat menentramkan hatinya. Pencarian agamanya membawa hingga ke jazirah Arab dan akhirnya memeluk agama Islam Salman al-Farisi pada ia mengawali hidupnya sebagai seorang bangsawan dari Persia, Ia menjadi pahlawan dengan ide membuat parit dalam upaya melindungi kota Madinah dalam pertempuran khandaq. Setelah meninggalnya Nabi Muhammad, ia dikirim untuk menjadi gubernur di daerah kelahirannya, hingga ia wafat.


Salman Al-Farisi. Dari Persi datangnya pahlawan kali ini. Dan dari Persi pula Agama Islam nanti dianut oleh orang-orang Mu'min yang tidak sedikit jumlahnya, dari kalangan mereka muncul pribadi-pribadi istimewa yang tiada taranya, baik dalam bidang kedalaman ilmu pengetahuan dan ilmuan dan keagamaan, maupun keduniaan.

Dan memang, salah satu dari keistimewaan dan kebesaran al-Islam ialah, setiap ia memasuki suatu negeri dari negeri-negeri Allah, maka dengan keajaiban luar biasa dibangkitkannya setiap keahlian, digerakkannya segala kemampuan serta digalinya bakat-bakat terpendam dari warga dan penduduk negeri itu, dokter-dokter Islam, ahli-ahli astronomi Islam, ahli-ahli fiqih Islam, ahli-ahli ilmu pasti Islam dan penemu-penemu mutiara Islam.


Salman radhiyallahu 'anhu turut terlibat dan mempunyai hubungan erat dengan peristiwa  perang Khandaq, yaitu pada tahun kelima Hijrah. Beberapa orang pemuka Yahudi pergi ke Mekah menghasut orang-orang musyrik dan golongan-golongan kuffar agar bersekutu menghadapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan Kaum Muslimin, serta mereka berjanji akan memberikan bantuan dalam perang penentuan yang akan menumbangkan serta mencabut urat akar Agama baru ini.

Siasat dan taktik perang pun diaturlah secara licik, bahwa tentara Quraisy dan Ghathfan akan menyerang kota Madinah dari luar, sementara Bani Quraidlah (Yahudi) akan menyerang-nya dari dalam—yaitu dari belakang barisan Kaum Muslimin sehingga mereka akan terjepit dari dua arah, karenanya mereka akan hancur lumat dan hanya tinggal nama belaka.

Demikianlah pada suatu hari Kaum Muslimin tiba-tiba melihat datangnya pasukan tentara yang besar mendekati kota Madinah, membawa perbekalan banyak dan persenjataan lengkap untuk menghancurkan. Kaum Muslimin panik dan mereka bagaikan kehilangan akal melihat hal yang tidak diduga-duga itu. Keadaan mereka dilukiskan oleh al-Quran sebagai berikut:

Ketika mereka datang dari sebelah atas dan dari arah bawahmu, dan tatkala pandangan matamu telah berputar liar, seolah-olah hatimu telah naik sampai kerongkongan, dan kamu menaruh sangkaan yang bukan-bukan terhadap Allah. (Q.S. 33 al-Ahzab:l0)

24.000 orang prajurit di bawah pimpinan Abu Sufyan dan Uyainah bin Hishn menghampiri kota Madinah dengan maksud hendak mengepung dan melepaskan pukulan menentukan yang akan menghabisi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, Agama serta para shahabatnya.

Pasukan tentara ini tidak saja terdiri dari orang-orang Quraisy, tetapi juga dari berbagai kabilah atau suku yang menganggap Islam sebagai lawan yang membahayakan mereka. Dan peristiwa ini merupakan percobaan akhir dan menentukan dari fihak musuh-musuh Islam, baik dari perorangan, maupun dari suku dan golongan.

Kaum Muslimin sadar akan keadaan mereka yang gawat ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam-pun mengumpulkan para shahabatnya untuk bermusyawarah. Dan tentu saja mereka semua setuju untuk bertahan dan mengangkat senjata, tetapi apa yang harus mereka lakukan untuk bertahan itu?

Ketika itulah tampil seorang yang tinggi jangkung dan berambut lebat, seorang yang disayangi dan amat dihormati oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Itulah dia Salman al-Farisi radhiyallahu 'anhu!' Dari tempat ketinggian ia melayangkan pandang meninjau sekitar Madinah, dan sebagai telah dikenalnya juga didapatinya kota itu di lingkung gunung dan bukit-bukit batu yang tak ubah bagai benteng juga layaknya. Hanya di sana terdapat pula daerah terbuka, luas dan terbentang panjang, hingga dengan mudah akan dapat diserbu musuh untuk memasuki benteng pertahanan.

Di negerinya Persi, Salman radhiyallahu 'anhu telah mempunyai pengalaman luas tentang teknik dan sarana perang, begitu pun tentang siasat dan liku-likunya. Maka tampillah ia mengajukan suatu usul kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yaitu suatu rencana yang belum pernah dikenal oleh orang-orang Arab dalam peperangan mereka selama ini. Rencana itu berupa penggalian khandaq atau parit perlindungan sepanjang daerah terbuka keliling kota.

Dan hanya Allah yang lebih mengetahui apa yang akan dialami Kaum Muslimin dalam peperangan itu seandainya mereka tidak menggali parit atas usul Salman radhiyallahu 'anhu tersebut.

Demi Quraisy menyaksikan parit terbentang di hadapannya, mereka merasa terpukul melihat hal yang tidak disangka-sangka itu, hingga tidak kurang sebulan lamanya kekuatan mereka bagai terpaku di kemah-kemah karena tidak berdaya menerobos kota.

Dan akhirnya pada suatu malam Allah Ta'ala mengirim angin topan yang menerbangkan kemah-kemah dan memporak-porandakan tentara mereka. Abu Sufyan pun menyerukan kepada anak buahnya agar kembali pulang ke kampung mereka ... dalam keadaan kecewa dan berputus asa serta menderita kekalahan pahit ...

Sewaktu menggali parit, Salman radhiyallahu 'anhu tidak ketinggalan bekerja bersama Kaum Muslimin yang sibuk menggali tanah. Juga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ikut membawa tembilang dan membelah batu. Kebetulan di tempat penggalian Salman radhiyallahu 'anhu bersama kawan-kawannya, tembilang mereka terbentur pada sebuah batu besar.

Salman radhiyallahu 'anhu seorang yang berperawakan kuat dan bertenaga besar. Sekali ayun dari lengannya yang kuat akan dapat membelah batu dan memecahnya menjadi pecahan-pecahan kecil. Tetapi menghadapi batu besar ini ia tak berdaya, sedang bantuan dari teman-temannya hanya menghasilkan kegagalan belaka.

Salman radhiyallahu 'anhu pergi mendapatkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan minta idzin mengalihkan jalur parit dari garis semula, untuk menghindari batu besar yang tak tergoyahkan itu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun pergi bersama Salman radhiyallahu 'anhu untuk melihat sendiri keadaan tempat dan batu besar tadi. Dan setelah menyaksikannya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meminta sebuah tembilang dan menyuruh para shahabat mundur dan menghindarkan diri dari pecahan-pecahan batu itu nanti....

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu membaca basmalah dan mengangkat kedua tangannya yang mulia yang sedang memegang erat tembilang itu, dan dengan sekuat tenaga dihunjamkannya ke batu besar itu. Kiranya batu itu terbelah dan dari celah belahannya yang besar keluar lambaian api yang tinggi dan menerangi. "Saya lihat lambaian api itu menerangi pinggiran kota Madinah", kata Salman radhiyallahu 'anhu, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan takbir, sabdanya:

Allah Maha Besar! aku telah dikaruniai kunci-kunci istana negeri Persi, dan dari lambaian api tadi nampak olehku dengan nyata istana-istana kerajaan Hirah begitu pun kota-kota maharaja Persi dan bahwa ummatku akan menguasai semua itu.

Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengangkat tembilang itu kembali dan memukulkannya ke batu untuk kedua kalinya. Maka tampaklah seperti semula tadi. Pecahan batu besar itu menyemburkan lambaian api yang tinggi dan menerangi, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertakbir sabdanya:

Allah Maha Besar! aku telah dikaruniai kunci-kunci negeri Romawi, dan tampak nyata olehku istana-istana merahnya, dan bahwa ummatku akan menguasainya.

Kemudian dipukulkannya untuk ketiga kali, dan batu besar itu pun menyerah pecah berderai, sementara sinar yang terpancar daripadanya amat nyala dan terang temarang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun mengucapkan la ilaha illallah diikuti dengan gemuruh oleh kaum Muslimin. Lalu diceritakanlah oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa dia sekarang melihat istana-istana dan mahligai-mahligai di Syria maupun Shan'a, begitu pun di daerah-daerah lain yang suatu ketika nanti akan berada di bawah naungan bendera Allah yang berkibar. Maka dengan keimanan penuh Kaum Muslimin pun serentak berseru: Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya .... Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya.



-o0o-


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Choose Your Own Language

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © Pebruari 2017 - FRIDA ACEDA - All Rights Reserved
Design by Utak-Atik Mediatama Sumedang